Mirror IV

Monday, 3 July 2017
“ Bagaimana hidupmu kini?”
Gadis berwajah menyenangkan itu tersenyum. Ah, aku sangat familiar dengan ruangan ini. Sudah berapa lama ya sejak hari itu? Kutelusuri setiap sudut ruangan ini, masih sama seperti dulu, bahkan samar masih terasa aroma mawar, kesukaanku.  Kulihat lagi gadis itu, masih dengan tatapan yang sama pula. Hangat. Seakan tidak ada apapun yang terjadi, walau  sebenarnya ia mengetahui semua. Aku mematung tidak tahu harus memulai dengan kalimat apa, sementara ia masih berdiri disana dengan sabar di seberang seakan menunggu.
“ Baik..” aku berbohong.
“ Tidak baik” sambungnya pelan. Nah, aku memang tidak bisa berbohong dengannya. “ Sudah seberapa jauh? “ tanyanya lagi, kini rautnya tampak sedih. Aku tercekat, sulit untuk menjawab. Kupalingkan wajah, sejenak sekelebat memori terputar bak sebuah film. “jauh, mungkin” sahutku tak kalah pelannya. Ia menarik nafas panjang, sudah menduga apa yang terjadi. Aku diam, pasrah. Nasi sudah menjadi bubur, tak mungkin mengulang waktu. Kutatap wajahnya, ingin sekali menembus dinding transparan yang membatasi jarak antara kami. Kemudian menghela nafas lirih “ Pulanglah, kembalilah menjadi dandelion”. Kugigit bibir, gemetar. Masihkah dapat kembali? Masihkah diterima? Akankah kembali sama seperti dulu? Benakku dipenuhi pertanyaan-pertanyaan, Hawa dingin menyeruak masuk, membawa gigil yang tak terperi. Aku tahu, gelap itu datang membawa ilusinya lagi. Kupejamkan mata, coba untuk tidak hanyut dalam kesalahan yang sama.
“Pulanglah.. “ gadis itu berkata lagi “ belum terlambat, sebelum waktu benar-benar meninggalkan kita” Perlahan gadis itu memudar, menghilang dibalik kabut dan tinggal aku  sendiri di ruangan yang kini hampa. Pandanganku kabur, kemudian gelap.




Bumi Siliwangi, 04072017

0 comments: