Gadis itu mendatangiku
semalam, ia tampak sangat tertekan, wajahnya lelah menanggung pilu, air mata
tak henti keluar dari matanya, dan ia menggigil sambil mendekap kepingan
hatinya yang hancurdan setangkai mawar yang telah menghitam. Perih rasanya
melihat ia datang dengan keadaan seperti ini, “dia meninggalkanku...” katanya
lirih “aku menunggu dia datang, menunggu dia untuk menepati janjinya. Tapi
dia pergi..” saat gadis itu berbicara, jemarinya bergetar memegang mawar
hitam itu dan tangannya mendekap kepingan hatinya itu. “ aku tak tahu dengan
apa yang terjadi pada diriku sekarang, gigil yang mendalam menyerangku setiap
malam. Air mata ini tak berhenti mengalir, dan perih yang kian pedih
menghujamkan jarum tepat di jantungku. Kesepian itu sangat sakit! Aku bahkan
sempat berpikir untuk menyerahkan segalanya pada orang yang mampu membuatku
menghilangkan sepi ini walau hanya sementara. Rasanya sakit sekali hingga aku
tak tahu di dimensi mana aku berada..” katanya lagi.
Nafasku tercekat, seketika aku merasakan nyeri di ulu hatiku. Nyeri yang menyakitkan! Ingin kupeluk gadis itu, dan mengatakan semua baik-baik saja. Namun itu mustahil, kami memang bertemu, tapi dimensi yang berbeda. Aku hanya bisa melihat ia berbicara sambil mencoba menyusun kembali kepingan hatinya, namun selalu gagal. Dan aku menangis, menangis melihat ia seperti itu sedangkan aku tak bisa melakukan apapun bahkan sekedar menggenggam tangannya saja aku tak mampu. “ apa ini yang disebut cinta? Semenyakitkan inikah? Apa hal terakhir yang kudapat adalah air mata?” kudengar ia berbicara lagi, mulutku bungkam seakan kehilangan kata-kata. Mendadak kepalaku pusing, dan aku merasakan gigil yang begitu dalam di tubuhku. Gadis itu terdiam, sambil tetap mencoba menyatukan kepingan hatinya. Di sekeliling gadis itu bertebaran mawar putih yang merekah, namun setiap kali ia menyentuh mawar-mawar itu, maka warnanya akan memerah lalu menghitam. Aku tak mengerti mengapa hal itu terjadi. Pikiranku menebak-nebak apa yang menjadi penyebab hal ini terjadi padanya. Tiba-tiba muncul kabut diantara aku dan gadis itu. Hawa dingin menjalar di tubuhku, sontak aku meraih kotak obat disamping tempat tidurku, menenggak beberapa pil penghilang nyeri yang bahkan aku lupa namanya, dan menunggu reaksi dari obat-obat ini. Namun dingin ini mulai memasuki pikiranku, sakit dan perih! Perlahan gadis itu menghilang, lalu semuanya menjadi gelap.
Nafasku tercekat, seketika aku merasakan nyeri di ulu hatiku. Nyeri yang menyakitkan! Ingin kupeluk gadis itu, dan mengatakan semua baik-baik saja. Namun itu mustahil, kami memang bertemu, tapi dimensi yang berbeda. Aku hanya bisa melihat ia berbicara sambil mencoba menyusun kembali kepingan hatinya, namun selalu gagal. Dan aku menangis, menangis melihat ia seperti itu sedangkan aku tak bisa melakukan apapun bahkan sekedar menggenggam tangannya saja aku tak mampu. “ apa ini yang disebut cinta? Semenyakitkan inikah? Apa hal terakhir yang kudapat adalah air mata?” kudengar ia berbicara lagi, mulutku bungkam seakan kehilangan kata-kata. Mendadak kepalaku pusing, dan aku merasakan gigil yang begitu dalam di tubuhku. Gadis itu terdiam, sambil tetap mencoba menyatukan kepingan hatinya. Di sekeliling gadis itu bertebaran mawar putih yang merekah, namun setiap kali ia menyentuh mawar-mawar itu, maka warnanya akan memerah lalu menghitam. Aku tak mengerti mengapa hal itu terjadi. Pikiranku menebak-nebak apa yang menjadi penyebab hal ini terjadi padanya. Tiba-tiba muncul kabut diantara aku dan gadis itu. Hawa dingin menjalar di tubuhku, sontak aku meraih kotak obat disamping tempat tidurku, menenggak beberapa pil penghilang nyeri yang bahkan aku lupa namanya, dan menunggu reaksi dari obat-obat ini. Namun dingin ini mulai memasuki pikiranku, sakit dan perih! Perlahan gadis itu menghilang, lalu semuanya menjadi gelap.
Tengah malam, 1
Desember 2013
0 comments:
Post a Comment