ilustrasi |
DI era
teknologi yang semakin canggih, tak dapat dimungkiri bahwa kita sudah terbiasa
dengan segala macam kemudahan untuk mengerjakan segala hal. Kita jadi terbiasa
mendapatkan segala sesuatu dengan cepat. Dulu, untuk berkirim surat kita harus
repot pergi ke kantor pos, dan menunggu selama paling cepat dua hari.
Sekarang, dengan kecanggihan alat komunikasi seperti email, SMS, dan segala
macam aplikasi pengirim pesan; cukup sekali klik, pesan yang kita tuju ke orang
lain bisa sampai hanya dalam hitungan
detik. Belum lagi dengan bantuan Skype, Chat Messenger, Facebook dan media sosial lainnya membuat kita mudah terhubung dengan teman bahkan dengan orang di belahan dunia lain. Seakan-akan teknologi membuat dunia menjadi tanpa batas dan sifat remaja cenderung tidak berpikir panjang dan bersifat materialistis.
Karena terbiasa dengan kondisi yang serba cepat, generasi sekarang pun mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan segala macam hal yang diinginkan secara angsung. Mereka tidak ingin bersusah payah, maunya ingin lewat jalan pintas saja. Pada akhirnya, anak muda Indonesia juga lebih memilih belajar dengan SKS alias Sistem Kebut Semalam. Ada juga yang datang pagi-pagi ke sekolah untuk meminta contekan pekerjaan rumah ke teman, dibandingkan belajar beberapa minggu sebelum ulangan atau mengulang setiap akhir pembelajaran. Contoh lainnya, untuk mengambil minum saja harus menyuruh pembantu di rumah. Memang benar pembantu itu digaji untuk membantu di rumah seperti membersihkan rumah, mencuci baju, dan sebagainya, tapi kenapa untuk hal kecil yang tidak membutuhkan tenaga ekstra harus menyuruh-nyuruh pembantu segala? Malu, dong!
Pernahkah berpikir untuk menikmati proses dalam mencapai sesuatu? Padahal kalau saja kita mengerjakan tugas sekolah sendiri, kita bisa menikmati proses belajar dan membuat otak kita bekerja dan berpikir kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam hal membuat makalah pun terkesan asal jadi, tinggal buka Google kemudian ketik apa yang ingin dicari lalu copy-paste dari sumber mana pun dan tugas selesai. Coba bandingkan dengan zaman sebelumnya, mereka yang membuat makalah mengenai sesuatu harus bersusah payah melakukan observasi, penelitian dan sebagainya yang membutuhkan waktu yang lebih lama serta membutuhkan usaha dan biaya banyak. Beda dengan generasi sekarang yang lebih mudah mengakses informasi dengan perpustakaan ataupun internet.
Para remaja yang sudah tergantung dengan keadaan serba cepat dan mudah ini bisa dikategorikan sebagai remaja bermental lemah. Hal ini dikarenakan karena mereka terbiasa menerima mentah-mentah apa yang didapat tanpa mengolah terlebih dahulu atau membuat solusi baru yang kreatif dalam mendapatkan sesuatu. Kemudahan inilah yang menyebabkan mereka manja dengan teknologi yang ada. Sebagai contoh ketika jaringan Wi-Fi tiba-tiba down, mereka akan langsung mengeluh tentang lambatnya jaringan dan menjadi kesal. Remaja yang seperti ini yang akan sulit menghadapi tantangan ataupun permasalahan.
Contoh lainnya pada saat menghadapi ujian nasional (UN), kebanyakan remaja yang belum siap akan kelabakan dan mencari jalan pintas dengan membeli soal yang entah dari mana sumbernya. Hal terpenting bagi mereka adalah UN berjalan tanpa ada hambatan. Padahal mereka seharusnya dapat mempersiapkan diri jauh-jauh hari bahkan beberapa bulan sebelumnya dalam menghadapi UN, bukan mengandalkan kunci jawaban yang belum tentu benar.
Sebenarnya hidup kita dilalui step by step, alias selangkah demi selangkah menuju perkembangan selanjutnya. Bukan juga salah remaja yang kemudian disebut sebagai generasi instan. Sebab itu adalah efek dari perkembangan teknologi dan budaya. Kita berterima kasih telah dilahirkan di zaman yang serba berteknologi canggih. Dengan teknologi yang sudah ada di tangan kita, harusnya kita dapat berkarya lebih kreatif serta cerdas dalam mengembangkan wawasan dan pikiran. Tidak hanya pintar, namun juga harus dibarengi dengan karakter mental yang kuat. Kuat di sini bukan berarti dapat berkuasa dan semena-mena, akan tetapi kuat dalam menghadapi tantangan seiring perkembangan jzaman. Karena dengan pintar tanpa karakter yang kuat, sama saja seperti monster atau seperti robot yang mau saja disuruh dan dipermainkan orang lain.
Oleh karena itu, yang paling penting adalah tidak bersikap manja dengan segala kemudahan yang ada di sekitar kita. Cobalah untuk berusaha menikmati proses dalam mengerjakan sesuatu, bangun pola pikir kritis dan berwawasan luas. Mulailah rencanakan apa yang kita mau dari sekarang dan bagaimana cara kita dalam mencapainya. Jangan malas berusaha dan berhenti berpikir “tidak bisa” sebelum mencoba. Yang perlu diingat adalah kesuksesan itu hasil dari kerja keras orang-orang yang bertekad untuk terus maju dalam mencapai apa yang ingin diwujudkan. Semangat!
Firza Rizky Utami
Mahasiswa STAIN Malikussaleh Lhokseumawe
Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) angkatan IV
detik. Belum lagi dengan bantuan Skype, Chat Messenger, Facebook dan media sosial lainnya membuat kita mudah terhubung dengan teman bahkan dengan orang di belahan dunia lain. Seakan-akan teknologi membuat dunia menjadi tanpa batas dan sifat remaja cenderung tidak berpikir panjang dan bersifat materialistis.
Karena terbiasa dengan kondisi yang serba cepat, generasi sekarang pun mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan segala macam hal yang diinginkan secara angsung. Mereka tidak ingin bersusah payah, maunya ingin lewat jalan pintas saja. Pada akhirnya, anak muda Indonesia juga lebih memilih belajar dengan SKS alias Sistem Kebut Semalam. Ada juga yang datang pagi-pagi ke sekolah untuk meminta contekan pekerjaan rumah ke teman, dibandingkan belajar beberapa minggu sebelum ulangan atau mengulang setiap akhir pembelajaran. Contoh lainnya, untuk mengambil minum saja harus menyuruh pembantu di rumah. Memang benar pembantu itu digaji untuk membantu di rumah seperti membersihkan rumah, mencuci baju, dan sebagainya, tapi kenapa untuk hal kecil yang tidak membutuhkan tenaga ekstra harus menyuruh-nyuruh pembantu segala? Malu, dong!
Pernahkah berpikir untuk menikmati proses dalam mencapai sesuatu? Padahal kalau saja kita mengerjakan tugas sekolah sendiri, kita bisa menikmati proses belajar dan membuat otak kita bekerja dan berpikir kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam hal membuat makalah pun terkesan asal jadi, tinggal buka Google kemudian ketik apa yang ingin dicari lalu copy-paste dari sumber mana pun dan tugas selesai. Coba bandingkan dengan zaman sebelumnya, mereka yang membuat makalah mengenai sesuatu harus bersusah payah melakukan observasi, penelitian dan sebagainya yang membutuhkan waktu yang lebih lama serta membutuhkan usaha dan biaya banyak. Beda dengan generasi sekarang yang lebih mudah mengakses informasi dengan perpustakaan ataupun internet.
Para remaja yang sudah tergantung dengan keadaan serba cepat dan mudah ini bisa dikategorikan sebagai remaja bermental lemah. Hal ini dikarenakan karena mereka terbiasa menerima mentah-mentah apa yang didapat tanpa mengolah terlebih dahulu atau membuat solusi baru yang kreatif dalam mendapatkan sesuatu. Kemudahan inilah yang menyebabkan mereka manja dengan teknologi yang ada. Sebagai contoh ketika jaringan Wi-Fi tiba-tiba down, mereka akan langsung mengeluh tentang lambatnya jaringan dan menjadi kesal. Remaja yang seperti ini yang akan sulit menghadapi tantangan ataupun permasalahan.
Contoh lainnya pada saat menghadapi ujian nasional (UN), kebanyakan remaja yang belum siap akan kelabakan dan mencari jalan pintas dengan membeli soal yang entah dari mana sumbernya. Hal terpenting bagi mereka adalah UN berjalan tanpa ada hambatan. Padahal mereka seharusnya dapat mempersiapkan diri jauh-jauh hari bahkan beberapa bulan sebelumnya dalam menghadapi UN, bukan mengandalkan kunci jawaban yang belum tentu benar.
Sebenarnya hidup kita dilalui step by step, alias selangkah demi selangkah menuju perkembangan selanjutnya. Bukan juga salah remaja yang kemudian disebut sebagai generasi instan. Sebab itu adalah efek dari perkembangan teknologi dan budaya. Kita berterima kasih telah dilahirkan di zaman yang serba berteknologi canggih. Dengan teknologi yang sudah ada di tangan kita, harusnya kita dapat berkarya lebih kreatif serta cerdas dalam mengembangkan wawasan dan pikiran. Tidak hanya pintar, namun juga harus dibarengi dengan karakter mental yang kuat. Kuat di sini bukan berarti dapat berkuasa dan semena-mena, akan tetapi kuat dalam menghadapi tantangan seiring perkembangan jzaman. Karena dengan pintar tanpa karakter yang kuat, sama saja seperti monster atau seperti robot yang mau saja disuruh dan dipermainkan orang lain.
Oleh karena itu, yang paling penting adalah tidak bersikap manja dengan segala kemudahan yang ada di sekitar kita. Cobalah untuk berusaha menikmati proses dalam mengerjakan sesuatu, bangun pola pikir kritis dan berwawasan luas. Mulailah rencanakan apa yang kita mau dari sekarang dan bagaimana cara kita dalam mencapainya. Jangan malas berusaha dan berhenti berpikir “tidak bisa” sebelum mencoba. Yang perlu diingat adalah kesuksesan itu hasil dari kerja keras orang-orang yang bertekad untuk terus maju dalam mencapai apa yang ingin diwujudkan. Semangat!
Firza Rizky Utami
Mahasiswa STAIN Malikussaleh Lhokseumawe
Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) angkatan IV
0 comments:
Post a Comment