terbit: September 2013, Atjehlink
Senin(24/2) adalah tanggal dimana mahasiswa dari 2 prodi (Bahasa Inggris dan Matematika) di STAIN Malikussaleh Lhokseumawe membayar biaya SPP mereka di salah satu bank daerah di kota Lhokseumawe. Para mahasiswa baik putra maupun putri saling berdesak-desakan untuk sampai di loket pembayaran, jika pada hari biasa jaraknya dapat dicapai dalam beberapa langkah dari gerbang masuk bank tersebut,namun hari itu bahkan
sampai 2 jam belum tentu dapat berdiri di depan loket yang terletak di bagian belakang bank.
Seorang penjaga loket yang merupakan
salah satu anggota kepolisian sudah beberapa kali mengingatkan para mahasiswa
untuk mengantri, namun seruan itu hanya bertahan beberapa menit kemudian
kembali menjadi lautan mahasiswa yang penuh sesak. Dalam suasana hari yang
terik, mungkin menjadi salah satu faktor ketidaksabaran para mahasiswa. Beberapa mahasiswa putri mengeluh mengenai
amburadulnya antrian dan lamanya proses pembayaran SPP.
Ternyata alasan mengapa lambatnya
proses pembayaran adalah karena jumlah petugas tidak sesuai dengan banyaknya
mahasiswa yang membayar SPP, yang bertugas hanyalah 3 orang di pihak bank dan
seorang penjaga dari pihak kepolisian. Kemudian petugas meminta agar yang
membayar SPP diwakili oleh salah seorang mahasiswa dengan seorang mahasiswa
mewakili 9 temannya, strategi ini tidak begitu berhasil karena meskipun para
mahasiswa sudah diwakili oleh teman-temannya, namun untuk pengembalian slip
pembayaran SPP beberapa ada yang tidak ingin diwakili. Akhirnya petugas
memutuskan untuk mengembalikan slip SPP di bagian depan bank, sehingga para
mahasiswa yang menunggu pengembalian slip SPP tidak perlu berdesakan dengan
mahasiswa yang akan membayar SPP. Strategi ini berhasil dan dapat ditangani dengan
cukup baik oleh petugas loket.
Budaya
Antri
Antri adalah proses menunggu giliran dalam suatu hal agar
berjalan tertib, lancar dan nyaman. Ada banyak kasus yang memprihatinkan
seputar budaya antri masyarakat Indonesia, mulai dari masalah saat pembagian sembako, pembagian zakat, dan
lainnya. Jika yang terjadi sebaliknya, malah akan menjadi amburadul, hanya yang
punya kuasa, yang lebih kuat, dan orang yang tidak tahu malu yang memaksa
berada di barisan paling depan meskipun ia datang paling terakhir.
Meskipun sudah dibuat pagar
pembatas, hal ini juga tidak berpengaruh dalam memperbaiki buruknya antrian di
masyarakat. Tetap saja ada orang yang menyerobot atau melewati pagar pembatas
karena tidak sabar menunggu gilirannya. Hal yang cukup memalukan bagi bangsa
Indonesia, karena budaya antri adalah salah satu cerminan bangsa di dunia
Internasional. Bandingkan saja dengan negara Jepang dan negara tetangga
lainnya, mereka tidak segan untuk tetap mengantri walaupun di depan mereka hanya
seorang anak kecil. Bagi mereka, menyerobot antrian adalah hal yang paling
tidak sopan dan tidak layak untuk dilakukan.
Menanamkan budaya antri memang tidak
instan, perlu adanya sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat tentang
budaya antri. Dari sejak Taman Kanak-kanak pun sudah ditanamkan budaya antri,
seperti berbaris sebelum memasuki kelas, dan mengantri sewaktu mengambil
minuman dan makanan dalam suatu acara. Tampaknya, orang dewasa di Indonesia
masih ada yang tetap keras kepala dan tidak mau mengantri . Lihat saja
bagaimana keadaan lalu lintas, banyak pengendara yang menyerobot kendaraan lain
agar bisa lebih dahulu tiba dibanding tertib demi keselamatan diri sendiri. Tak
jarang juga terjadi perselisihan dan bahkan kecelakaan karena perilaku saling
menyerobot dalam berkendara.
Pelayanan
Publik yang Kurang
Dalam
kasus diatas, yang menjadi permasalahan adalah kurangnya pegawai yang melayani
para mahasiswa yang berasal dari 2 prodi serta dari berbagai semester.
Akibatnya banyak waktu yang terbuang percuma dalam menunggu proses pembayaran
SPP, disamping itu kurangnya informasi juga membuat mahasiswa bingung dimana
mereka harus mengantri untuk prodi yang berbeda. Namun disamping itu, petugas
loket juga dinilai baik dalam melayani para mahasiswa yang terkadang kurang
sabar dan terus memaksa dalam antrian serta terus melakukan perbaikan dan
menghasilkan peningkatan yang memuaskan dalam pelayanan pembayaran SPP.
Pelayanan
publik sendiri merupakan usaha pemerintah dalam melayani dan mempermudah
masyarakat dalam menyelesaikan berbagai urusan di dalam suatu pemerintahan. Hak
masyarakat adalah mendapatkan pelayanan yang maksimal disamping harus memenuhi
kewajiban untuk mendapatkan pelayanan yang maksimal. Permasalahan layanan publik pada dasarnya
adalah mengenai pelayanan yang kurang memadai, ketidak jelasan informasi,
pelaksanaan yang belum maksimal, dan kurangnya dukungan sumber daya manusia
yang profesional. Hal ini menyebabkan citra pelayanan publik dinilai buruk di mata
masyarakat.
Terkadang
juga terdapat beberapa kecurangan oleh oknum pemerintah yang tidak bertanggung
jawab di tempat yang lain, seperti pada pembuatan kartu untuk penerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT) beberapa waktu yang lalu. Pelayanan yang seharusnya gratis
malah dikenakan biaya sebagai kedok untuk mengganti biaya adminstrasi, hal ini
tentu sangat mengecewakan terlebih pada masyarakat yang kurang mampu dalam
memperoleh pelayanan publik yang harusnya diterima secara cuma-cuma. Padahal
oknum-oknum itu sudah menerima gaji sesuai pekerjaan mereka, namun tetap saja
berlaku tidak jujur dan memanfaatkan kesempatan untuk menambah isi kantung
mereka.
Oleh
karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari perbuatan oknum
yang merugikan masyarakat. Pengawasan ini juga harus dengan cara partisipatif,
yaitu masyarakat juga ikut mengawasi bagaimana pelayanan yang diterima dan
bagaimana pelaksanaannya. Dengan
pengawasan dan pelayanan yang baik maka akan mempermudah proses masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan di lembaga pemerintah serta terciptanya kondisi
pelayanan yang memuaskan, disamping dengan sikap masyarakat yang tertib dalam
antrian demi kebaikan semua pihak.
0 comments:
Post a Comment