Pendidikan Dalam Keluarga

Monday, 1 September 2014
* terbit: 07 Juni 2014, Harian Serambi

DI era modern ini, berbagai macam metode pendidikan terus berkembang. Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Sekolah sebagai lembaga pendidikan juga dipandang tak hanya sebagai tempat untuk menuntut ilmu, bagi beberapa orang tua
sekolah juga sebagai penanda bahwa seperti apa mereka dan status pendidikan dalam masyarakat.

Tak hanya itu, sekolah pun kini berlomba-lomba mengeluarkan berbagai macam strategi dalam mendidik anak. Berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler seperti Palang Merah Remaja (PMR), Pramuka, Sanggar Seni, dan lainnya pun dikembangkan untuk mempersiapkan potensi si anak kelak.

Hal tersebut tentu dapat diterima karena kita tahu bahwa dunia semakin berkembang dan kita tak ingin tertinggal dengan pendidikan yang itu itu saja. Namun, terkadang ada hal yang mulai kurang diperhatikan oleh orang tua saat ini. Bagi beberapa yang sibuk dengan pekerjaan, mereka tidak sempat mengawasi perkembangan si anak. Mereka beranggapan bahwa dengan memasukkan anak mereka ke sekolah yang bagus saja sudah cukup. Padahal, pendidikan secara akademik tak cukup, masih ada satu pendidikan yang paling penting yaitu pendidikan moral.

Dalam realita kehidupan sehari-hari, banyak kita lihat orang-orang yang berpendidikan tinggi justru menjadi koruptor dan mereka yang kurang terdidik menjadi orang-orang yang gampang dikelabui oleh orang-orang di atas mereka. Dunia saat ini (bukan Indonesia saja) sedang mengalami krisis moral, hal yang berbanding terbalik dengan kecerdasan intelektual yang semakin pesat. Jika hal ini ditelusuri, penyebab pertama dari semua itu adalah “pendidikan”. Terlebih pada lembaga pendidikan yang pertama kali adalah keluarga.

 Proses perubahan
Pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematanga diri. Dewasa yang dimaksud adalah dalam hal perkembangan badan, kecerdasan, dan tingkat emosional dalam jiwa dan tingkah laku. Pada dasarnya, pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Pendidikan yang pertama kali diberikan oleh orang tua, dimana orang tua menanamkan nilai-nilai dasar dalam kehidupan si anak.

Pada umumnya sekarang, orang tua berada pada keterbatasan waktu dan kemampuan. Orang tua lebih sibuk dalam mencari nafkah demi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak ada waktu khusus bagi mereka dan anak-anaknya. Orang tua terkadang juga tidak berkesempatan untuk merencanakan program untuk mendidik putra-putrinya. Karena kesibukan pula mereka ketinggalan informasi mengenai pendidikan dan dengan mudah menyerahkan urusan pendidikan si anak sepenuhnya pada sekolah, karena keahlian orang tua yang kurang dalam mendidik.

Dalam pendidikan keluarga, pendidikan mulai tumbuh dengan instingtif yang berupa kasih sayang, saling memberi, nilai pengertian, dan hubungan timbal balik yang harmonis antara orang tua dengan anak-anak. Kemudian, pendidikan yang diberikan dalam keluarga juga melalui empirik seperti percontohan, bimbingan, dan arahan. Kemudian memberikan pengetahuan rasional seperti bagaimana memecahkan masalah, menentukan pilihan, dan bagaimana membentuk sikap diri.

Semua hal di atas merupakan tanggung jawab orang tua terhadap anak. Dalam keluarga, anak mendapat perawatan dan bimbingan dalam rangka pembentukan sifat dan kepribadiannya. Yang perlu diperhatikan adalah, anak merupakan peniru yang baik. Mereka melihat bagaimana lingkungan sekitarnya bersikap, dan kemudian tanpa sadar menirunya. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai positif sejak dini sangat diperlukan.

Seperti yang telah diuraikan, keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam kegiatan pendidikan. Dalam kehidupan keluarga, nilai-nilai pengembangan potensi dan kecerdasan spiritual lebih ditekankan karena keluarga adalah tempat yang tepat bagi pertumbuhan kesadaran atas asal-mula, tujuan, dan eksistensi kehidupan.

 Pencerdasan spiritual
Pengetahuan kependidikan bagi orang tua paling tidak melingkupi dua hal, yaitu wawasan filosofis yang berisi pengetahuan tentang kesadaran moral bahwa anak bukan untuk dimiliki namun untuk diasuh dan dibimbing menjadi manusia yang manusiawi. Kecakapan hidup yang diperlukan orang tua untuk membentuk suatu kecakapan yang berguna dalam kelangsungan dan perkembangan hidup bagi anak-anaknya. Hasil yang diharapkan dari pembelajaran tersebut adalah dapat membantu si anak dalam membentuk sikap moralitas yang baik dan perilaku mandiri menuju pendidikan selanjutnya.

Sumber pendidikan moral dalam keluarga bisa didapatkan dari adat-istiadat, peradaban, kebudayaan, dan ajaran agama yang benar dan cocok untuk diterapkan dalam kehidupan berkeluarga. Dari sumber-sumber tersebut dapat diperoleh nilai-nilai moral yang mengakar pada nilai spiritual. Kecerdasan spiritual yang dimaksud adalah kesadaran atas asal mula dan tujuan hidup yang diharapkan menjadi jelas, dan potensi tersebut diyakini menjadi dasar dalam mengendalikan gerak langkah hidup yang lebih baik.

Oleh karena itu, keluarga wajib meletakkan landasan dasar spiritual dalam pendidikan keluarga berupa potensi nilai moral dan kemanusiaan. Karena pada dasarnya, manusia merupakan pemimpin (khalifah). Sifat dan hakikat pemimpin adalah kecenderungan moral untuk melanjutkan hidup dan kehidupan, dan keluarga berkewajiban menanamkan wawasan kehidupan berupa kesadaran tentang asal mula, tujuan, dan eksistensi kehidupan, agar tercipta generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia. Semoga!

Firza Rizky Utami, Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Bahasa Inggris STAIN Malikussaleh Lhokseumawe, dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) Angkatan IV 2014. Email: firzarizkyutami@gmail.com

0 comments: