Ada langkah yang mungkin telah salah aku ambil di awal
musim. Harusnya setiap langkah didasari dengan pertimbangan, namun terkadang
pada kondisi yang terdesak apapun hal itu terlihat menarik dan seakan harus
dihadapi. Melodi musim ini kulatunkan di tempat berbeda, dan kuharap aku juga
menemukan taman rahasiaku yang lain di tempat ini. Beberapa malam kulewati
dengan memandang langit tanpa bintang, hampa; dan yang lainnya terisi dengan
berbagai hal yng kujelajahi. Disini juga sepertinya aku menemukan kepingan yang
tercecer, hangat. Menyentuhku sampai relung yang terdalam, dan aku hanyut dalam
dekapannya. Walau akhirnya kusadari juga, ada jurang yang terbentang dibalik
saat-saat itu.
Di
suatu waktu aku hampir gelap mata. Seakan menghalalkan segala cara untuk
mencapai hal yang aku tuju. Aku bergidik ngeri, membayangkan kembalinya kabut
dan awan hitam yang dulu mengurungku dalam jeruji tak terlihat. Separuh diriku
menangis, dan separuhnya lagi memberontak. Gigil pun mulai merambah masuk dalam
imaji, pelan-pelan meracuni segala pertimbangan kemudian menenggelamkanku
secara perlahan. Pada akhirnya, aku harus menanggung semua resiko yang kuambil,
rela atau tidak.
Entahlah,
memprediksi warna musim ini, aku ragu. Bukan pesimis ataupun pecundang, hanya
saja ada kalimat yang mulai menjadi kalimat favoritku, “kita lihat nanti...”
Bandung, 12 januari 2015
Hello firza, long time no see. i miss you so much. i heard from nazira, you are in bandung right now. you are so lucky, i envy you. good luck for you. Allah gives you the best. Always.